Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Mengenal Skema TER PPh Pasal 21

Pemerintah telah menyusun skema simplifikasi penghitungan PPh Pasal 21 melalui penerapan Tarif Efektif Rata-Rata (TER). Saat ini, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 (PP 58/2023) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 (PMK 168/2023) sebagai dasar hukum penerapan TER. Bagaimana skema pemotongan PPh Pasal 21 yang berlaku?

Mengapa Menggunakan TER?

Dengan ketentuan yang berlaku saat ini, DJP mencatat terdapat kurang lebih 400 skenario pemotongan PPh Pasal 21. Banyaknya skenario menunjukkan kompleksitas pemotongan PPh Pasal 21, yang tentunya menjadi beban administratif, baik di sisi wajib pajak maupun otoritas pajak.

Mengatasi hal tersebut, bersamaan dengan penerapan coretax system, pemerintah akan melakukan simplifikasi perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER. TER diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk menghitung PPh Pasal 21 tiap masa. Perhitungan yang lebih sederhana juga bisa membantu wajib pajak maupun otoritas untuk membangun sistem yang memvalidasi perhitungan pajak. Simplifikasi perhitungan PPh Pasal 21 diharapkan mampu mewujudkan proses bisnis yang lebih efektif, efisien, dan akuntabel.

Skema Pemotongan PPh Pasal 21

Berikut adalah skema pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan PP 58/2023 dan PMK 168/2023.

Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap untuk masa pajak dihitung menggunakan TER Bulanan. Pada masa pajak terakhir, bulan Desember atau masa pajak berhenti bekerja, penghitungan menggunakan tarif pajak progresif sesuai Pasal 17 UU PPh. Ketentuan ini juga berlaku untuk penerima pensiun, serta PNS dan anggota TNI/POLRI.

Baca selengkapnya: PPh Pasal 21 Pegawai Tetap sesuai PMK 168/2023

PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap

PPh Pasal 21 yang terutang untuk pegawai tidak tetap dengan penghasilan rata-rata harian sampai dengan Rp2.500.000 dihitung menggunakan tarif efektif harian. Jika lebih dari Rp2.500.000, PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari.

Dalam hal pegawai tidak tetap menerima/memperoleh penghasilan secara bulanan, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan penghasilan bruto dalam masa pajak yang bersangkutan.

Baca selengkapnya: PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas sesuai PMK 168/2023

Penghitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

PPh Pasal 21 untuk kelompok bukan pegawai seperti tenaga ahli dan orang pribadi yang memberikan jasa, dihitung menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh. Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah 50% dari penghasilan bruto. Perhitungan tidak mempertimbangkan penghasilan secara kumulatif.

Selain itu, PMK 168/2023 juga mempertegas bahwa PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas jasa. Pada Pasal 12 ayat (4) PMK 168/2023, disebutkan bahwa selain untuk jasa katering, penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak adalah jumlah penghasilan di luar pembelian material, pembayaran upah kepada pihak lain yang dikerjakan, atau pembayaran kepada pihak ketiga.

Baca selengkapnya: PPh Pasal 21 Bukan Pegawai sesuai PMK 168/2023

Pemotongan PPh Pasal 21 Subjek Lainnya

PMK 168/2023 juga mengatur pengenaan PPh Pasal 21 untuk subjek lainnya, berikut ringkasannya:

  1. PPh Pasal 21 untuk dewan komisaris/pengawas yang menerima penghasilan secara tidak teratur, dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan bruto dalam satu masa pajak;
  2. PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto. Jika yang menerima adalah pegawai tetap, penghasilan digabungkan dengan penghasilan lain dan dihitung sesuai dengan mekanisme untuk pegawai tetap;
  3. PPh Pasal 21 bagi pegawai yang melakukan penarikan dana pensiun, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto dalam satu masa pajak;
  4. PPh Pasal 21 untuk mantan pegawai, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto dalam satu masa pajak.

Selengkapnya dapat dilihat pada artikel berikut ini:

Besaran TER

Dari skema yang disiapkan, terdapat tiga kelompok TER yang akan digunakan dalam penghitungan PPh Pasal 21.

TER Bulanan akan digunakan untuk pegawai tetap/pensiunan. TER Bulanan dibagi dalam tiga tabel tarif berdasarkan PTKP, dengan rincian:

  • TER A, untuk PTKP TK/0 (Rp54 Juta); TK/1 dan K/0 (Rp58,5 juta);
  • TER B, untuk PTKP TK/2 dan K/1 (Rp63 juta); TK/3 dan K/2 (Rp67,5); dan
  • TER C, untuk PTKP K/3 (Rp72 juta).

TER Harian dibagi menjadi dua jenis tarif. Untuk penghasilan bruto kurang dari Rp450 ribu berlaku tarif efektif 0%. Untuk penghasilan bruto lebih dari Rp450 ribu sampai dengan Rp2,5 juta akan berlaku tarif efektif 0,5%.

Detail tarif dapat dilihat pada Lampiran PP 58/2023 atau Anda dapat mengunduh daftar tarif PPh Pasal 21 dan TER yang telah dirangkum oleh Tim Redaksi Ortax pada tautan berikut ini: Unduh Tabel Tarif dan TER PPh Pasal 21 Tahun 2024

Ilustrasi

Alvin (TK/0) bekerja sebagai pegawai memperoleh gaji dan tunjangan per bulan sebesar Rp7.500.000, dan setiap bulan membayar uang pensiun sebesar Rp100.000. Berikut adalah perbandingan pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan skema saat ini dan menggunakan TER.

Penghitungan Bulanan

Dengan skema yang berlaku saat ini, berikut adalah penghitungan PPh Pasal 21 per bulan untuk Alvin:

Gaji dan tunjangan sebulanRp7.500.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5%)
Iuran Pensiun

Rp375.000
Rp100.000
Penghasilan Neto SebulanRp7.025.000
Penghasilan Neto SetahunRp84.300.000
PTKPRp54.000.000
Penghasilan Kena PajakRp30.300.000
PPh Pasal 21:
5% x Rp30.300.000

Rp1.515.000
PPh Pasal 21 per bulanRp126.250

Status Alvin adalah TK/0. Jika menggunakan skema TER, Alvin termasuk kelompok yang menggunakan TER A. Untuk penghasilan bruto per bulan Rp7.500.000 dikenakan tarif 1,25%*, sehingga PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan setiap bulan adalah:

PPh Pasal 21 = TER Bulanan x Penghasilan Bruto = 1,25% x Rp7.500.000 = Rp93.750

Dari dua skema di atas, terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang pada setiap masa sebesar Rp32.500

*TER berdasarkan Lampiran PP 58/2023

Penghitungan Masa Pajak Akhir (Desember)

Dengan asumsi tidak ada perubahan penghasilan dalam satu tahun, penghitungan di masa pajak terakhir (Desember), untuk skema saat ini maupun menggunakan TER adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan setahunRp90.000.000
Pengurang:
Biaya Jabatan
Iuran Pensiun

Rp4.500.000
Rp1.200.000
Penghasilan Neto SetahunRp84.500.000
PTKPRp54.000.000
Penghasilan Kena PajakRp30.500.000
PPh Pasal 21:
5% x Rp30.500.000

Rp1.525.000

PPh Pasal 21 yang telah dipotong menggunakan skema saat ini (Januari-November) adalah sebesar Rp1.388.750 (Rp126.250 x 11), sehingga PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada Masa Desember adalah:

PPh Pasal 21 Masa Desember = Rp1.525.000 – Rp1.388.750 = Rp136.250

PPh Pasal 21 yang telah dipotong menggunakan skema TER Bulanan (Januari-November) adalah Rp1.031.250 (Rp93.750 x 11), sehingga PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada Masa Desember adalah:

PPh Pasal 21 Masa Desember = Rp1.525.000 – Rp1.031.250 = Rp493.750